Senin, 28 Maret 2016



ISLAM SEBAGAI PANDANGAN HIDUP
I.       Pendahuluan
Terdapat sekurang-kurangnya tiga alasan penting mengapa kajian mengenai pandangan hidup (worldview) menjadi penting dalam era globalisasi dan perang pemikiran dewasa ini. Pertama, ketika institusi agama-agama berhadapan dengan proses globalisasi penegasan identitas diri secara komprehensif hanya dapat dilakukan melalui worldview. Kedua, ditengah masyarakat yang pluralistis denominasi kultural perlu memiliki matriknya sendiri atau pandangannya sendiri dalam melihat realitas sosial dan kultural disekitarnya. Ketiga sebagai kombinasi dari yang poin pertama dan kedua, peristiwa 11 september 2001 di New York dan Washington DC, dipahami oleh banyak pengamat sebagai contoh kongkrit dari benturan peradaban (clash of civillization) atau “benturan persepsi” (collision of consciousness) dalam istilah Peter Berger. Benturan peradaban ataupun benturan persepsi  tidak lain adalah benturan pandangan hidup (worldview), sebab setiap agama, bangsa, dan peradaban memiliki pandangan hidup sendiri-sendiri secara ekslusif dan untuk itu diperlukan sikap saling memahami.
Dalam konteks pemikiran diatas dan dalam era globalisasinya dewasa ini ekposisi Islam sebagai agama dan pandangan hidup tidak saja relevan tapi juga urgen. Sebab selama ini banyak yang mencoba memahami Islam dalam hubunganya dengan Barat atau dengan peradaban modern, hanya sebatas sebagai agama, dan bukan Islam sebagai agama dan sekaligus pandangan hidup. Walhal Islam adalah agama (din) yang kaya dengan konsep-konsep, seperti konsep tentang Tuhan, kehidupan, manusia, jiwa dan raga, alam semesta, etika, dan lain-lain yang kokoh sehingga berkembang menjadi peradaban (madaniyyah). Bangunan konsep Islam sebagai agama dan peradaban ini mencerminkan sebuah pandangan hidup (worldview) yang memiliki struktur konseptualnya sendiri yang ekslusif dan berbeda dari peradaban lain.
Disini yang pertama-tama akan dijelaskan secara umum adalah pengertian pandangan hidup, baik Islam maupun bukan, proses kelahirannya, elemen-elemennya, dan karakteristiknya.  Untuk memberi gambaran lebih jelas akan dipaparkan pandangan hidup Barat modern dan postmodern, untuk kemudian dibandingkan dengan pandangan hidup Islam.
II.    Pengertian
a.       Pengertian umum
Sebenarnya isitlah umum dari worldview hanya terbatas pada pengertian ideologis, sekuler, kepercayaan animistis, atau seperangkat doktrin-doktrin teologis dalam kaitannya dengan visi keduniaan. Artinya worldview dipakai untuk menggambarkan dan membedakan hakekat sesuatu agama, peradaban atau kepercayaan. Terkadang ia juga digunakan sebagai metode pendekatan ilmu perbandingan agama.Namun terdapat agama dan peradaban yang memiliki spectrum pandangan yang lebih luas dari sekedar visi keduniaan maka makna pandangan hidup diperluas. Karena dalam kosa kata bahasa Inggeris tidak terdapat istilah yang tepat untuk mengekspresikan visi yang lebih luas dari sekedar realitas keduniaan selain dari kata-kata worldview, maka cendekiawan Muslim mengambil kata-kata worldview (untuk ekspressi bahasa Inggeris) untuk makna pandangan hidup yang spektrumnya menjangkau realitas keduniaan dan keakheratan dengan menambah kata sifat Islam. Namun dalam bahasa Islam para ulama mengekspresikan konsep ini dengan istilah yang khas yang berbeda antara satu dengan yang lain. Seperti yang akan dijelaskan nanti terdapat perbedaan penekanan antara Sayyid Qutb, Shaykh Atif al-Zayn, al-Maududi, Syed Naquib al-Attas.
Menurut Ninian Smart worldview adalah kepercayaan, perasaan dan apa-apa yang terdapat dalam pikiran orang yang befungsi sebagai motor bagi keberlangsungan dan perubahan sosial dan moral” Hampir serupa dengan Smart,  Thomas F Wall mengemukakan bahwa worldview adalah sistim kepercayaan asas yang integral tentang hakekat diri kita, realitas, dan tentang makna eksistensi (An integrated system of basic beliefs about the nature of yourself, reality, and the meaning of existence).
Lebih luas dari kedua definisi diatas Prof.Alparslan mengartikan worldview sebagai asas bagi setiap perilaku manusia, termasuk aktifitas-aktifitas ilmiyah dan teknologi. Setiap aktifitas manusia akhirnya dapat dilacak pada pandangan hidupnya, dan dalam pengertian itu maka aktifitas manusia dapat direduksi menjadi pandangan hidup. (the foundation of all human conduct, including scientific and technological activities. Every human activity is ultimately traceable to its worldview, and as such it is reducible to that worldview.
Ada tiga poin penting dari definisi diatas, yaitu bahwa worldview adalah motor bagi perubahan sosial, asas bagi pemahaman realitas dan asas bagi aktifitas ilmiah. Dalam konteks sains, hakekat worldview dapat dikaitkan dengan konsep “perubahan paradigma” (Paradigm Shift) Thomas S Kuhn yang oleh Edwin Hung juga dianggap sebagai weltanschauung Revolution. Sebab paradigma menyediakan konsep nilai, standar-standar dan metodologi-metodologi, atau ringkasnya merupakan worldview dan framework konseptual yang diperlukan untuk kajian sains. Namun dari definisi diatas setidaknya kita dapat memahami bahwa worldview adalah identitas untuk membedakan antara suatu peradaban dengan yang lain. Bahkan dari dua definisi terakhir menunjukkan bahwa worldview melibatkan aktifitas epistemologis manusia, sebab ia merupakan faktor penting dalam aktifitis penalaran manusia.
Ketiga definisi diatas berlaku bagi peradaban atau agama secara umum. Namun definisi untuk Islam mempunyai nilai tambah karena sumbernya dan spektrumnya yang luas dan menyeluruh. Sebagai contoh akan disampaikan definisi worldview Islam oleh beberapa tokoh ulama kontemporer.
b.      Pengertian dalam Islam
Dalam tradisi Islam klasik terma khusus untuk pengertian worldview belum diketahui, meski tidak berarti Islam tidak memiliki worldview. Para ulama abad 20 menggunakan terma khusus untuk pengertian worldview ini, meskipun berbeda antara satu dengan yang lain. Maulana al-Mawdudi mengistilahkannya dengan Islami nazariat (Islamic Vision), Sayyid Qutb menggunakan istilah al-TaÎawwur al-IslamÊ (Islamic Vision), Mohammad AÏif al-Zayn menyebutnya al-Mabda’ al-IslÉmÊ (Islamic Principle),  Prof. Syed Naquib al-Attas menamakannya Ru’yatul Islam lil wujËd (Islamic Worldview). Meskipun istilah yang dipakai berbeda-beda pada umumnya para ulama tersebut sepakat bahwa Islam mempunyai cara pandangnya sendiri terhadap segala sesuatu.  Penggunaan kata sifat Islam menunjukkan bahwa istilah ini sejatinya adalah netral. Artinya agama dan peradaban lain juga mempunyai Worldview, Vision atau Mabda’, sehingga al-Mabda’ juga dapat dipakai untuk cara pandang komunis al-Mabda’ al-Shuyu’i, Western worldview, Christian worldview, Hindu worldview dll. Maka dari itu ketika kata sifat Islam diletakkan didepan kata worldview, Vision atau Mabda’ maka makna etimologis dan terminologis menjadi berubah. Penjelasan dari istilah menunjukkan akan hal itu:
Manurut al-Mauwdudi, yang dimaksud Islami Nazariyat (worldview) adalah pandangan hidup yang dimulai dari konsep keesaan Tuhan (shahadah) yang berimplikasi pada keseluruhan kegiatan kehidupan manusia di dunia. Sebab shahadah adalah pernyataan moral yang mendorong manusia untuk melaksanakannya dalam kehidupannya secara menyeluruh.
Shaykh Atif al-Zayn mengartikan mabda’ sebagai aqidah fikriyyah (kepercayaan yang rasional) yang berdasarkan pada akal. Sebab setiap Muslim wajib beriman kepada hakekat wujud Allah, kenabian Muhammad saw, dan kepada al-Qur’an dengan akal. Iman kepada hal-hal yang ghaib……..itu berdasarkan cara penginderaan yang diteguhkan oleh akal sehingga tidak dapat dipungkiri lagi. Iman kepada Islam sebagai Din yang diturunkan melalu Nabi Muhammad saw untuk mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, dengan dirinya dan lainnya.
Sayyid Qutb mengartikan al-tasawwur al-Islami, sebagai akumulasi dari keyakinan asasi yang terbentuk dalam pikiran dan hati setiap Muslim, yang memberi gambaran khusus tentang wujud dan apa-apa yang terdapat dibalik itu.
Bagi Naquib al-Attas worldview Islam adalah pandangan Islam tentang realitas dan kebenaran yang nampak oleh mata hati kita dan yang menjelaskan hakekat wujud; oleh karena apa yang dipancarkan Islam adalah wujud yang total maka worldview Islam berarti pandangan Islam tentang wujud (ru’yaat al-Islam lil-wujud).
Pandangan-pandangan diatas telah cukup baik menggambarkan karakter Islam sebagai suatu pandangan hidup yang membedakannya dengan pandangan hidup lain. Namun, jika kita kaji keseluruhan pemikiran dibalik definisi para ulama tersebut kita dapat beberapa orientasi yang berbeda. Al-Maududi lebih mengarahkan kepada kekuasaan Tuhan yang mewarnai segala aktifitas kehidupan manusia, yang berimplikasi politik. Shaykh Atif al-Zayn dan Sayyid Qutb lebih cenderung mamahaminya sebagai seperangkat doktrin kepercayaan yang rasional yang implikasnya adalah ideologi. Naquib al-Attas lebih cenderung kepada makna metafisis dan epistemologis.
III.    Proses lahirnya  pandangan hidup
a.       Pandangan hidup umum
Suatu worldview terbentuk dalam pikiran individu secara perlahan-lahan (in a gradual manner), bermula dari akumulasi konsep-konsep dan sikap mental yang dikembangkan oleh seseorang sepanjang hidupnya, sehingga akhirnya membentuk framework berfikir (mental framework) atau worldview. Secara epistemologis proses berfikir ini sama dengan cara kita mencari dan memperoleh ilmu, yaitu akumulasi pengetahuan a priori dan a posteriori. Proses itu dapat dijelaskan sebagai berikut: ilmu pengetahuan yang diperoleh seseorang itu sudah tentu terdiri dari berbagai konsep dalam bentuk ide-ide, kepercayaan, aspirasi dan lain-lain yang kesemuanya membentuk suatu totalitas konsep yang saling berkaitan dan terorganisasikan dalam suatu jaringan (network). Jaringan ini membentuk struktur berfikir yang koheren dan dapat disebut sebagai “achitectonic whole”, yaitu suatu keseluruhan yang saling berhubungan.  Maka dari itu pandang hidup seseorang itu terbentuk tidak lama setelah pengetahuan yang diperoleh dalam bentuk konsep-konsep itu membentuk suatu keseluruhan yang saling berhubungan. Jaringan architektonik (architectonic network) ini kebanyakan terbentuk oleh pendidikan dan masyarakat, dan dalam kasus Islam dibentuk utamanya oleh agama.
Proses pembentukan pandangan hidup dalam kebudayaan atau masyarakat pada umumnya sama seperti yang dijelaskan diatas, tapi terdapat beberapa perbedaan teknis, khususnya dalam kaitannya dengan kegiatan keilmuan. Jika dalam pandangan hidup suatu masyarakat tidak terdapat konsep ilmu atau konsep-konsep lain yang berkaitan, maka pandangan hidup itu hanya berperan sebagai kondisi berfikir (mental environment) yang tidak menjamin adanya kegiatan ilmiah atau penyebaran ilmu pengetahuan di masyarakat. Worldview seperti ini memerlukan apa yang disebut scientific conceptual scheme (kerangka konsep keilmuan), yang dengan itu kegiatan keilmuan dapat dilaksanakan. Jika pandangan hidup suatu masyarakat itu telah memiliki konsep ilmu atau konsep-konsep lain yang berkaitan maka pandangan hidup itu akan berkembang melalui cara-cara ilmiah. Melihat kedua proses pembentukan dan pengembangan worldview yang seperti ini, maka worldview dapat dibagi menjadi natural worldview dan transparent worldview. Disebut demikian karena yang pertama terbentuk secara alami sedangkan yang kedua terbentuk oleh suatu kesadaran berfikir.
Namun dalam transparent worldview disseminasi ilmu pengetahuan tidak selalu dengan cara-cara ilmiah dalam kerangka konsep keilmuan (scientific conceptual scheme), yaitu suatu mekanisme canggih yang mampu melahirkan pengetahuan ilmiah dan melahirkan pandangan hidup ilmiah (scientific worldview). Terdapat pula transparent worldview yang lahir tidak melalui kerangka konsep keilmuan, meskipun substansinya tetap bersifat ilmiah. Pandangan yang lahir dengan cara itu adalah pandangan hidup Islam. Sebab pandangan hidup Islam tidak bermula dari adanya suatu masyarakat ilmiah yang mempunyai mekanisme yang canggih bagi menghasilkan pengetahuan ilmiah.
Proses terbentuknya struktur konsep dalam worldview ini bermula dari struktur tentang kehidupan, yang didalamnya termasuk cara-cara manusia menjalani kegiatan kehidupan sehari-hari, sikap-sikap individual dan sosialnya, dan sebagainya. Struktur tentang dunia adalah konsepsi tentang dunia dimana manusia hidup. Struktur tentang ilmu pengetahuan adalah merupakan pengembangan dari struktur dunia (dalam transparent worldview). Gabungan dari struktur kehidupan, dunia dan pengetahuan ini melahirkan struktur nilai, dimana konsep-konsep tentang moralitas berkembang.
Teori ini berlaku secara umum pada semua kebudayaan dan dapat menjadi landasan yang valid dalam menggambarkan timbul dan berkembanganya pandangan hidup manapun, termasuk pandangan hidup Islam. Berarti, kegiatan keilmuan apapun baik dalam kebudayaan Barat, Timur maupun peradaban Islam dapat ditelusur dari pandangan hidup masing-masing.
b.      Pandangan hidup Islam
Dari teori diatas dan melihat cara lahirnya pandangan hidup Islam yang disampaikan  Nabi melalui wahyu Allah, bukanlah termasuk dalam kategori scientific worldview. Sebab ia tidak didahuli oleh wujudnya komunitas ilmiyah dan tidak pula dibentuk oleh komunitas ilmiyah. Wahyu yang diterima Nabi disampaikan dan dijelaskan kepada masyarakat. Cara-cara seperti ini tidak sama dengan cara-cara yang ada pada scientific worldview, dan oleh sebab itu Prof.Alparslan menamakan worldview Islam sebagai  ‘quasi-scientific worldview‘. Namun pandangan hidup “berkembang” menjadi scientific worldview setelah konsep-konsep asas yang dikandung oleh wahyu dijelaskan dan dipeluas maknanya oleh Nabi dan para sahabat serta para ulama sesudahnya. Namun ‘perkembangan’ disini, seperti yang diingatkan Prof. al-Attas, tidak menunjukkan proses pertumbuhan menuju kematangan atau kedewasaan, seperti pandangan hidup Barat, tapi lebih merupakan proses interpretasi dan elaborasi wahyu yang bersifat permanen itu.
Oleh sebab itu “perkembangan” pandangan hidup Islam perlu merujuk kepada periode dessiminasi ayat-ayat al-Qur’an oleh Nabi dan pemahaman ummat Islam terhadapnya. Dalam kaitannya dengan itu, maka Prof. Alparslan membagi tiga periode penting, yaitu 1) Lahirnya pandangan hidup Islam dalam bentuk wahyu 2) lahirnya struktur ilmu pengetahuan dalam pandangan hidup tersebut dan 3) lahirnya tradisi keilmuan Islam.
Periode pertama, lahirnya pandangan hidup Islam dapat digambarkan dari kronologi turunnya wahyu dan penjelasan Nabi tentang wahyu itu. Sebab, seperti dijelaskan diatas, sebagai quasi-scientific worldview, pandangan hidup Islam bermula dari peranan sentral Nabi yang menyampaikan dan menjelaskan wahyu. Disini periode Makkah merupakan periode yang sangat penting dalam kelahiran pandangan hidup Islam. Karena banyaknya surah-surah al-Qur’an diturunkan di Makkah  (yakni 85 surah dari 113 surah al-Qur’an diturunkan di Makkah), maka periode Makkah dibagi menjadi dua periode: Makkah period awal dan periode akhir. Pada periode awal wahyu yang diturunkan umumnya mengandung konsep-konsep tentang Tuhan dan keimanan kepadaNya, hari kebangkitan, penciptaan, akherat, surga dan neraka, hari pembalasan, baik dan buruk, dan lain sebagainya yang kesemuanya itu merupakan elemen penting dalam struktur worldview Islam.  Pada periode akhir Makkah, wahyu memperkenalkan konsep-konsep yang lebih luas dan abstrak, seperti konsep ‘ilm, nubuwwah, dÊn, ibÉdah dan lain-lain.[19] Dua periode Makkah ini penting bukan hanya karena dua pertiga dari al-Qur’an diturunkan disini, akan tetapi kandungan wahyu dan penjelasan Nabi serta partisipasi masyarakat Muslim dalam memahami wahyu itu telah menjadikan struktur konsep tentang dunia (world-structure) menjadi jelas. Karena sebelum Islam datang struktur konsep tentang dunia telah dimiliki oleh pandangan hidup masyarakat pra-Islam (Jahiliyyah), maka struktur konsep tentang dunia yang dibawa Islam menggantikan struktur konsep yang ada sebelumnya.[20] Konsep karam, misalnya, yang pada masa jahiliyya berarti kemuliaan karena harta dan banyaknya anak, dalam Islam diganti menjadi berarti kemuliaan karena ketaqawaan (inna akramukum inda AllÉh atqÉkum).
Periode kedua timbul dari kesadaran bahwa wahyu yang turun dan dijelaskan Nabi itu telah mengandung struktur fundamental scientific worldview, seperti struktur tentang kehidupan (life-structure), struktur tentang dunia, tentang ilmu pengetahuan, tentang etika dan tentang manusia, yang kesemuanya itu sangat potensial bagi timbulnya kegiatan keilmuan.  Istilah-istilah konseptual seperti ilm, iman, usul, kalam, nazar, wujud, tafsir, ta’wil, fiqh, khalq, halal, haram, iradah dan lain-lain telah memadahi untuk dianggap sebagai kerangka awal konsep keilmuan (pre-scientific conceptual scheme), yang juga berarti lahirnya elemen-elemen epistemologis yang mendasar dalam pandangan hidup Islam. Periode ini sangat penting karena menunjukkan wujudnya struktur pengetahuan dalam pikiran ummat Islam saat itu yang berarti menandakan munculnya “Struktur Ilmu” dalam pandangan hidup Islam, meskipun benih beberapa konsep keilmuan telah wujud pada periode Makkah.
Periode ketiga adalah lahirnya tradisi keilmuan dalam Islam. Periode ini memerlukan penjelasan yang lebih panjang dan detail. Seperti diketahui tradisi keilmuan dalam Islam adalah merupakan konsekuensi logis dari adanya struktur pengetahuan dalam pandangan hidup Islam. Karena tradisi memerlukan adanya keterlibatan masyarakat, maka Prof. Alparslan mencanangkan bahwa untuk menggambarkan tradisi keilmuan Islam, pertama-tama  perlu ditunjukkan wujudnya komunitas ilmuwan dan proses kelahirannya pada awal abad pertama dalam Islam. Kemudian menunjukkan adanya kerangka konsep keilmuan Islam (Islamic scientific conceptual scheme) yang merupakan framework yang berperan aktif dalam tradisi keilmuan itu. 
c.       Pandangan hidup Islam dan Tradisi keilmuan
Wujudnya tradisi intelektual dalam Islam yang mengiringi munculnya pandangan hidup Islam dapat ditunjukkan melalui bukti sejarah akan adanya masyarakat ilmuwan atau kelompok belajar atau sekolah AÎÍÉb al-Øuffah di Madinah. Disini kandungan wahyu dan hadith-hadith Nabi dikaji dalam kegiatan belajar mengajar yang efektif. Jumlah peserta dalam komunitas keilmuan ini, menurut AbË Nuaym berbeda-beda dari waktu ke waktu, tapi anggota tetap komunitas ini sekitar 70 orang. Materi yang dikaji pada periode ini, sudah tentu masih sangat sederhana, tapi karena obyek kajiannya berpusat pada wahyu, yang betul-betul luas dan kompleks, maka ia tidak dapat disamakan dengan materi diskusi di Ionia, yang menurut orang Barat merupakan tempat kelahiran tradisi intelektual Yunani dan bahkan kebudayaan Barat (the cradle of western civilization). Yang jelas, AÎÍÉb al-Øuffah, adalah gambaran terbaik institusionalisasi kegiatan belajar-mengajar dalam Islam dan merupakan tonggal awal tradisi intelektual dalam Islam. Hasil dari kegiatan ini adalah munculnya, katakana, alumni-alumni yang menjadi pakar dalam hadith Nabi, seperti misalnya AbË Hurayrah, AbË Dharr al-GhiffÉri, SalmÉn al-FÉrisi, ‘Abd AllÉh ibn Mas’Ëd dan lain-lain. Ribuan hadith telah berhasil direkam oleh anggota sekolah ini.
Kegiatan awal pengkajian wahyu dan hadith ini dilanjutkan oleh generasi berikutnya dalam bentuk yang lain. Dan tidak lebih dari dua abad lamanya telah muncul ilmuwan-ilmuwan terkenal dalam berbagai bidang studi keagamaan, seperti misalnya Qadi Surayh (d.80/ 699), Muhammad ibn al-Hanafiyyah (d.81/700), Ma’bad al-Juhani (d.84/703), Umar ibn ‘Abd al-’Aziz ( d.102/720) Wahb ibn Munabbih (d.110,114/719,723), Hasan al-Basri (d.110/728), Ghyalan al-Dimashqi (d.c.123/740), Ja’far al-Sadiq (d.148/765), Abu Hanifah (d.150/767), Malik ibn Anas (179/796), Abu Yusuf (d.182/799), al-Shafi’i  (204/819) dan lain-lain.
Framework yang dipakai pada awal lahirnya tradisi keilmuan ini sudah tentu adalah kerangka konsep keilmuan Islam (Islamic scientific conceptual scheme). Indikasi adanya kerangka konseptual ini adalah usaha-usaha para ilmuwan untuk menemukan beberapa istilah teknis keilmuan yang rumit dan canggih. Istilah-istilah yang di derivasi dari kosa-kata al-Qur’an dan hadith Nabi termasuk diantaranya: ‘ilm, fiqh, usul, ijtihad, ijma’, qiyas, ‘aql, idrak, wahm, tadabbur, tafakkur, hikmah, yaqin, wahy, tafsir, ta’wil, ‘alam, kalam, nutq,  zann, haqq, batil, haqiqah, ‘adam, wujud, sabab,  khalq, khulq, dahr, sarmad, zaman, azal, abad, fitrah, kasb, khayr, ikhtiyar, sharr, halal, haram, wajib, mumkin, iradah dan lain sebagainya, menunjukkan adanya kerangka konsep keilmuan.
Dari keseluruhan istilah teknis tersebut istilah ‘ilm, yang berulang kali disebut dalam berbagai ayat al-Qur’an, adalah istilah sentral yang berkaitan dengan keseluruhan kegiatan belajar mengajar. Istilah ‘ilm itu sejatinya adalah ilmu pengetahuan wahyu itu sendiri atau sesuatu yang di derivasi dari wahyu atau yang berkaitan dengan wahyu, meskipun kemudian dipakai untuk pengertian yang lebih luas dan mencakup pengetahuan manusia. Istilah kedua yang juga sangat sentral adalah istilah Fiqh, yang dalam al-Qur’an (9:122) menggambarkan kegiatan pemahaman terhadap dÊn, termasuk pemahaman al-Qur’an dan hadith, yang keduanya disebut ‘ilm. Jadi ‘ilm dan Fiqh berkaitan erat sekali.
d.      Elemen-elemen pandangan hidup (worldview)
Sebagai sebuah sistim yang secara definitif begitu jelas, worldview atau pandangan hidup memiliki karakteristik tersendiri yang ditentukan oleh beberapa elemen yang menjadi asas atau tiang penyokongnya. Antara satu pandangan hidup dengan pandangan hidup lain berbeda karena berbeda elemennya atau karakteristiknya. Demikian pula perbedaan definisi tentang worldview juga mempengaruhi penentuan elemen didalamnya. Disini akan dibandingkan secara singkat antara elemen pandangan hidup dalam perspektif pemikir Barat dan pemikiran Muslim.
Menurut Thomas suatu pandangan hidup ditentukan oleh pemahaman individu terhadap enam bidang pembahasan yaitu: Tuhan, Ilmu, Realitas, Diri, Etika, dan Masyarakat.
Seperti disebutkan diatas bagi Thomas elemen-elemen pandangan hidup diatas merupakan suatu suatu sistim yang integral, dimana antara satu konsep berkaitan dengan konsep yang lain secara sistemik. Hal ini dapat disimak dari pernyataan Thomas berikut ini:
“Kepercayaan terhadap Tuhan adalah sangat penting, mungkin elemen yang terpenting dalam pandangan hidup manapun. Pertama jika kita percaya bahwa Tuhan itu wujud, maka kita tentu percaya bahwa disana terdapat tujuan dan makna hidup….jika kita konsisten, kita juga akan percaya bahwa sumber nilai moral bukanlah hanya sekedar kesepakatan manusia tapi kehendak Tuhan, dan bahwa Tuhan adalah nilai Tertinggi. Selanjutnya kita akan percaya bahwa (makna) ilmu pengetahuan itu lebih dari apa yang dapat diamati dan bahwa disana terdapat realitas yang lebih tinggi – dunia supernatural.  …..jika sebaliknya, kita percaya bahwa disana tidak ada Tuhan dan bahwa yang ada hanya satu dunia, maka demikian pulalah kira-kira yang akan kita percayai tentang makna hidup, hakekat diri kita, kehidupan sesudah mati, asal usul standar moralitas, kebebasan, tanggung jawab dan lain-lain”.
Jadi dengan pernyataan tersebut diatas maka keenam bidang pembahasan diatas yang merupakan elemen suatu pandangan hidup mempunyai kaitan erat satu sama lain. Artinya kepercayaan individu terhadap adanya atau tidak adanya Tuhan akan berkaitan secara konseptual dengan ilmu, realitas, diri, etika dan masyarakat.
Tidak banyak cendekiawan Muslim yang menggambarkan elemen-elemen pandangan hidup Islam secara terperinci. Shaykh Atif al-Zayn, misalnya, tidak merincikan elemen pandangan hidup Islam, namun hanya mengajukan karakteristik yang membedakan antara pandangan hidup Islam dari pandangan hidup lain. Karakteristik itu hanya tiga: 1) Ia berasal dari wahyu Allah, 2) Berdasarkan konsep (din) yang tidak terpisah dari Negara dan 3) Kesatuan antara spiritual dan material.
Sebagaimana Shaykh Atif al-Zayn, Sayyid Qutb juga melihat bahwa pandangan hidup Islam itu menyeluruh dan tidak mempunyai elemen atau bagian (juz’). Ia adalah keseluruhan sisi dan sempurna karena kesempuranaan sisi-sisinya. Bahkan pandangan hidup Islam bukan ciptaan manusia, akal manusia tidak dapat menciptakannya, karena ia berasal dari Allah. Disini penekanan pada aspek keilahian cukup menonjol, sedangkan aspek keilmuan tidak disebutkan. Seakan-akan pandangan hidup Islam sama saja dengan wahyu yang tanpa penjelasan keilmuan.
Menurut Porf. Al-Attas elemen asas bagi worldview Islam sangat banyak dan yang ia merupakan jalinan konsep-konsep yang tak terpisahkan.
Disini Prof. al-Attas menekankan pada pentingnya konsep sebagai elemen pandangan hidup Islam. Konsep-konsep  ini semua saling berkaitan antara satu sama lain membentuk sebuah struktur konsep yang sistemik. Elemen yang disampaikan para Shaykh Atif, Sayyid Qutb dan Syed Naquib al-Attas berbeda dalam penekanannya, tapi ketiganya mempunyai kesamaan visi yaitu bahwa pandangan hidup Islam berbeda dari pandangan hidup Barat. Namun apa yang membedakan pandangan hidup Islam dari pandangan hidup lain mereka berbeda-beda. Shyakh Atif dan Sayyid Qutb perbedaannya adalah pada asal atau sumber pandangan hidup tersebut, sedangkan al-Attas melihat secara lebih konseptual dan praktis. Secara praktis konsep-konsep penting  yang diajukan al-Attas itu dapat berguna bagi penafsiran makna kebenaran (truth) dan realitas (reality). Apa yang dianggap benar dan riel oleh pamdangan hidup Islam tidak selalu begitu bagi pandangan hidup lain. Bagi al-Attas untuk menentukan sesuatu itu benar dan riel dalam setiap kebudayaan berkaitan erat dengan sistim metafisika masing-masing yang terbentuk oleh worldview. Disini kita melihat konsep pandangan hidup al-Attas yang menekankan aspek epistemologis cukup menonjol. Dan ini cukup signifikan dalam era moderninasi dan globalisasi dimana disolusi konsep sangat menonjol dan bahkan cenderung melemahkan pandangan hidup Islam yang kekuatannya tertelak pada struktur konsepnya yang dipahami secara episemologis dan bukan ideologis.
e.       Karakteristik pandangan hidup Islam
Dengan mengetahui elemen penting pandangan hidup Islam maka selanjutnya kita dapat mengidentifikasi karakteristik pandangan hidup Islam. Dalam studi keagamaan modern (modern study of religion) istilah worldview secara umum merujuk kepada agama dan ideologi, termasuk ideologi sekuler, tapi dalam Islam worldview merujuk kepada makna realitas yang lebih luas. Pengertian Prof. al-Attas yang kemudian diistilahkan dengan ru’yat al-Islam li al-wujud “pandangan Islam terhadap hakikat dan kebenaran tentang alam semesta, dijelaskan lebih lanjut bahwa pandangan hidup Islam itu bukan sekedar pandangan akal manusia terhadap dunia fisik atau keterlibatan manusia didalamnya dari segi historis, sosial, politik dan kultural…tapi mencakup aspek al-dunyÉ dan al-Ékhirah, dimana aspek al-dunyÉ harus terkait secara erat dan mendalam dengan aspek akherat, sedangkan aspek akherat harus diletakkan sebagai aspek final”. Lebih teknis lagi Prof. Alparslan menjelaskan bahwa worldview Islam adalah “visi tentang realitas dan kebenaran, berupa kesatuan pemikiran yang arsitektonik, yang berperan sebagai asas yang tidak nampak (non-observable) bagi semua perilaku manusia, termasuk aktifitas ilmiah dan teknologi”.
Dalam pandangan Sayyid Qutb karakteristik pandangan hidup Islam terdiri dari tujuh:
Pertama, RabbÉniyyah (bersumber dari Allah), artinya ia berasal dari Tuhan sehingga dapat disebut sebagai visi keilahian. Sifat inilah yang membedakan Islam dari pandangan hidup dan ideologi lain. Ia diturunkan dari Tuhan dengan segenap komponennya. Berbeda dari Islam pandangan hidup lain seperti pragmatisme, idealisme, atau dialektika materialisme bersumber dari akal fikiran dan kehendak manusia belaka. Berbeda dari agama lain yang kitab sucinya telah dicampuri oleh pandangan akal fikiran dan kata-kata manusia, kitab suci Islam adalah murni dan terjaga (al-Qur’an 15:9).
Kedua bersifat konstan (thabat) artinya tasawwur al-Islami itu dapat diimplementasikan kedalam berbagai bentuk struktur masyarakat dan bahkan berbagai macam masyarakat. Namun esensinya tetap konstan, tidak berubah dan tidak berkembang. Ia tidak memerlukan penyesuaian terhadap kehidupan dan pemikiran, sebab ia telah menyediakan ruang dinamis yang bergerak dalam suatu kutun yang konstan. Alam semesta dengan sunnatullahnya, manusia dengan sifat kemanusiaannya adalah desain yang konstan. Sifat konsistensi ini berlawanan dengan perkembangan yang tak terbatas yang terjadi di Barat dan pada sisi lain konsistensi juga dapat menjadi tameng dari Westernisasi atau pengaruh kebudayaan Eropah, nilai-nilainya, tradisinya dan metodologinya.
Ketiga bersifat komprehensif (shumËl), artinya tasawwur al-Islami itu bersifat komprehensi. Sifat komprehensif ini di dukung oleh prinsip tawhid yang dihasilkan dari sumber Tuhan yang Esa. Tawhid juga termanifestasikan kedalam kesatuan antara pemikiran dan tingkah laku, antara visi dan inisiatif, antara doktrin dan sistim, antara hidup dan mati, antara cita-cita dan gerakan, antara kehidupan dunia dan kehidupan sesudahanya. Kesatuan ini tidak dapat dipecah-pecah kedalam bagian-bagian yang tidak bersesuaian, termasuk memisahkan antara ibadat dan muamalat. Jika Islam difahami diluar konsep tawhid ini maka pemahaman itu dapat meletakkan seseorang diluar konsep Islam.
Keempat seimbang ( tawÉzun), artinya pandangan hidup Islam itu merupakan bentuk yang seimbang antara wahyu dan akal, sebab memang wahyu diturunkan untuk dapat diimani dan difahami oleh akal manusia.  Juga keseimbangan antara yang diketahui (al-ma’lum) dan yang tidak diketahui (ghayr ma’lum), antara yang nyata dan tidak nyata.
Kelima, positif (ijabiyyah), artinya pandangan hidup Islam mendorong kepada aktifitas ketaaatan kepada Allah dam sekap positif. Segala aktifitas dalam hidup manusia mempunyai relevansinya dan konsekuensinya dalam agama dan sebalikanya pernyataan dalam ibadab seperti shahadah dengan lidah mesti diamalkan dalam aktifitas yang nyata.
Keenam, pragmatis (wÉqi’iyyah), artinya sifat pandangan hidup Islam itu tidak melulu idealistis, tapi juga membumi kedalam realitas kehidupan. Jadi ia bersifat idealistis dan realistis sekaligus, sehingga ia dapat membangun sistim yang lengkap yang sesuai dengan sifat-sifat kemanusiaan. Dalam Islam perasn manusia yang dibutuhkan hanyalah sejauh kapasitasnya sebagai manusia. Ia tidak dituntut untuk berada pada posisi yang lebih rendah dari itu atau lebih tinggi sampai kepada derajat ketuhanan. Ia berbeda dari visi Brahma dalam agama Hindu yang menganggap raga manusia sebagai tidak riel, atau dari pandangan hidup Kristen yang menganggap manusia terdiri dari jiwa dan raga, tapi menganggap segala yang berhubungan dengan raga sebagai kejahatan.
Ketujuh, keesaan (tawhid), artinya karakteristik yang paling mendasar dari pandangan hidup Islam adalah pernyataan bahwa Tuhan itu adalah Esa dan segala sesuatu diciptakan oleh Nya. Karena itu tidak penguasa selain Dia, tidak ada legislator selain Dia, tidak ada siapapun yang mengatur kehidupan manusia dan hubungannya dengan dunia dan dengan manusia serta makhluk hidup lainnya kecuali Allah. Petunjuk, undang-undang dan semua sisitim kehidupan, norma atau nilai yang mengatur hubungan antara manusia berasal dari padaNya.
Karakteristik yang dikemukakan oleh Sayyid Qutb diatas menunjukkan luasnya jangkauan yang menjadi bidang cakupan (spektrum) pandangan hidup Islam, akan tetapi gambaran tentang luasnya spektrum tersebut, justru menjadikannya kurang detail. Untuk melihat sisi lain yang lebih detail mengenai hal itu kita paparkan gambaran Prof. Al-Attas tentang elemen penting yang menjadi karakter utama pandangan hidup Islam. Elemen penting pandangan hidup Islam itu digambarkan dalam poin-poin berikut ini:
Pertama: Dalam pandangan hidup Islam realitas dan kebenaran dimaknai berdasarkan kepada kajian metafisika terhadap dunia yang nampak (visible world) dan yang tidak nampak (invisible world). Sedangkan pandangan Barat terhadap realitas dan kebenaran, terbentuk berdasarkan akumulasi pandangan terhadap kehidupan kultural, tata nilai dan berbagai fenomena social. Meskipun pandangan ini tersusun secara coherence, tapi sejatinya bersifat artificial. Pandangan ini juga terbentuk secara gradual melalui spekulasi filosofis dan penemuan ilmiah yang terbuka untuk perubahan. Spekulasi yang terus berubah itu nampak dalam dialektika yang bermula dari thesis kepada anti-thesis dan kemudian synthesis. Juga dalam konsep tentang dunia, mula-mula bersifat god-centered, kemudian god-world centered, berubah lagi menjadi world-centered. Perubahan-perubahan ini tidak lain dari adanya pandangan hidup yang berdasarkan pada spekulasi yang terus berubah karena perubahan kondisi sosial, tata nilai, agama dan tradisi intelektual Barat.
Kedua: Pandangan hidup Islam bercirikan pada metode berfikir yang tawhÊdi (integral). Artinya dalam memahami realitas dan kebenaran pandangan hidup Islam menggunakan metode yang tidak dichotomis, yang membedakan antara obyektif dan subyektif, histories-normatif, tekstual-kontektual dsb. Sebab dalam Islam, jiwa manusia itu bersifat kreatif dan dengan persepsi, imaginasi dan intelgensinya ia berpartisipasi dalam membentuk dan menerjemahkan dunia indera dan pengalaman indrawi, dan dunia imaginasi. Karena worldview yang seperti itulah maka tradisi intelektual di Barat diwarnai oleh munculnya berbagai sistim pemikiran yang berdasarkan pada materialisme dan idealisme yang didukung oleh pendekatan metodologis seperti empirisisme, rasionalisme, realisme, nominalisme, pragmatisme dan lain-lain. Akibatnya, di Barat dua kutub metode pencarian kebenaran tidak pernah bertemu dan terjadilah cul de sac.
Ketiga: Pandagan hidup Islam bersumberkan kepada wahyu yang diperkuat oleh agama (din)  dan didukung oleh prinsip akal dan intuisi. Karena itu pandangan hidup Islam telah sempurna sejak awal dan tidak memerlukan kajian ulang atau tinjauan kesejarahan untuk menentukan posisi dan peranan historisnya. Substansi agama seperti: nama, keimanan dan pengamalannya, ritus-ritusnya, doktrin-doktrin serta sistim teologisnya telah ada dalam wahyu dan diterangkan serta dicontohkan oleh Nabi. Ketika ia muncul dalam pentas sejarah, Islam telah “dewasa” sebagai sebuah sistim dan tidak memerlukan pengembangan. Ia hanya memerlukan penafsiran dan elaborasi yang merujuk kepada sumber yang permanen itu. Maka ciri pandangan hidup Islam adalah otentisitas dan finalitas. Maka apa yang di Barat disebut sebagai klasifikasi dan periodesiasi pemikiran, seperti periode klasik, pertengahan, modern dan postmodern tidak dikenal dalam pandangan hidup Islam; periodesasi itu sejatinya menggambarkan perubahan elemen-elemen mendasar dalam pandangan hidup dan sistim nilai mereka.
Keempat: Elemen-elemen pandangan hidup Islam terdiri utamanya dari konsep Tuhan, konsep wahyu, konsep penciptaanNya, konsep psikologi manusia, konsep ilmu, konsep agama, konsep kebebasan, konsep nilai dan kebajikan, konsep kebahagiaan. Elemen-elemen mendasar yang konseptual inilah yang menentukan bentuk perubahan (change), perkembangan (development) dan kemajuan (progess) dalam Islam. Elemen-elemen dasar ini berperan sebagai tiang pemersatu yang meletakkan sistim makna, standar tata kehidupan dan nilai dalam suatu kesatuan sistim yang koheren dalam bentuk worldview.
Kelima: Pandangan hidup Islam memiliki elemen utama yang paling mendasar yaitu konsep tentang Tuhan. Konsep Tuhan dalam Islam adalah sentral dan tidak sama dengan konsep-konsep yang terdapat dalam tradisi keagamaan lain; seperti dalam tradisi filsafat Yunani dan Hellenisme; tradisi filsafat Barat, atau tradisi mistik Timur dan Barat sekaligus. Kesamaan-kesamaan beberapa elemen tentang konsep Tuhan antara Islam dan tradisi lain tidak dapat dibawa kepada kesimpulan adanya Satu Tuhan Universal, sebab sistim konseptualnya berbeda. Karena itu ide Transendent Unity of Religion adalah absurd.
Itulah ciri-ciri pandangan hidup atau worldview Islam yang tidak saja membedakan Islam dari agama, peradaban dan kebudayaan lain tapi juga membedakan metode berfikir dalam Islam dan metode berfikir pada kebudayaan lain. Agar identitas pandangan hidup Islam dapat dipahami lebih jelas lagi, ada baiknya dibahas pula pandangan hidup Barat


Tidak ada komentar:

Posting Komentar